1 Cermat saat Berbelanja. Cara mencegah keracunan makanan bisa diawali dengan cermat saat berbelanja. Menurut ahli dari advokasi konsumen di Washington, Amerika Serikat (AS), hal pertama yang bisa kamu lakukan agar terhindar dari keracunan makanan dimulai dari saat membelinya. Singkatnya, pilihlah makanan dengan sangat hati-hati.
MerangkumNDTV Food, Minggu (31/7/2022) berikut uraian empat cara mencegah keracunan makanan. 1. Dibersihkan: Sangat penting untuk mencuci buah dan sayuran di bawah air mengalir yang baru dibeli, baik dari pasar atau supermarket. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, (CDC) menyarankan tangan tetap bersih, cuci tangan dengan sabun dan
Berdasarhal itu, maka produk hasil unggas baik daging, telur, beserta olahannya yang beredar di masyarakat harus memiliki sertifikat halal sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk produk unggas tersebut, para ulama bahkan juga telah menegaskan bahwa meski ternak unggas adalah halal (lidzaatihi), namun produk (daging) unggas tidak serta-merta identik dengan produk yang halal untuk dikonsumsi.
Demikian juga daging hewan berkaki empat dan unggas bisa bertahan lama di perut 10 Banyak Minum Air Putih Pada malam hari dan saat sahur, perbanyaklah minum air putih, serta selingan dengan bahan berkalori tinggi, misalnya madu, kurma, gula, susu dan lain-lain untuk mencegah dehidrasi atau kekeringan tubuh dari aktifitas di siang hari yang banyak mengeluarkan keringat baik di ruangan terbuka juga di ruangan AC.
Menggunakanair matang (rebusan) pada air minum unggas dan jika perlu ditambahi desinfektan Melakukan vaksinasi dari awal (namun ini memerlukan banyak biaya) Menjaga ventilasi udara agar menjaga sirkulasi udara serta kekeringan kandang unggas Nah itulah beberapa langkah yang bisa anda tempuh guna mencegah serangan kolera pada unggas. 6.
kata sindiran buat bos yang tidak adil. Daging unggas merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman, baik kuman pembusuk maupun kuman pathogen, yang menjadi pengganggu kesehatan konsumen. Karena itu perlu dilakukan penerapan jaminan keamanan bahan baku unggas dalam mata rantai penyediaan daging unggas. Ketersediaan daging unggas harus dapat dinikmati dengan aman dan layak konsumsi. Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dengan penjelasan keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran pangan dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang akan mengganggu, merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia. Keamanan bahan baku unggas diartikan dengan penerapan hygiene kebersihan pada penanganan daging unggas dengan menggunakan konsep aman. Jaminan keamanan bahan baku daging unggas dimulai dari tingkat sistem budidaya unggas sampai pada daging unggas aman di meja makan yang dikenal dengan konsep “Safe from farm to table“ melalui penerapan Good Manufacturing Practices GMP atau Good Handling Practices GHP. Penerapan GMP atau GHP meliputi kegiatan kegiatan yang beraspek pada hygiene, sanitasi, halal dan kesejahteraan hewan. Guna mewujudkan keamanan bahan baku unggas dapat terlaksana dengan baik diperlukan peran aktif dari pemerintah, produsen dan konsumen. Bagi Petani Ternak Unggas Yang perlu diwaspadai pada keamanan bahan baku unggas pada usaha budidaya unggas adalah adanya ancaman serangan penyakit dan adanya residu antibiotika pada daging unggas. Karena itu perlu dilakukan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan dengan menerapkan prinsip-prinsip berikut 1. Mencegah terjadinya kontak antara ternak unggas dan agen penyakit atau bibit penyakit. Dengan cara melakukan karantina atau isolasi pada ternak unggas dan manusia yang terduga sebagai penyebar penyakit; 2. Melakukan pemusnahan bibit penyakit dengan melakukan pembersihan dan desinfektan pada kandang unggas; 3. Melakukan vaksinasi secara teratur pada unggas; 4. Bila penyakit sudah mewabah tindakan yang paling tepat dilakukan pemusnahan massal pada barang-barang yang terindikasi sebagai penyebab tersebarnya bibit penyakit. Sebaiknya pada lingkungan sekitar kandang unggas dilakukan penerapan biosecurity yang tidak lain merupakan pertahanan pertama pada pengendalian wabah penyakit. Selain berfungsi sebagai pengendalian wabah penyakit, biosecurity juga dapat untuk mencegah terjadinya penularan dan penyebaran penyakit. Perlakuan biosecurity pada ternak unggas dapat dilakukan sebagai berikut 1. Melakukan pembersihan dan desinfektan kandang, peralatan kandang. kendaraan pengangkut unggas dan manusia pengelola kandang unggas; 2. Melakukan pengawasan lalu lintas unggas, bahan-bahan yang berasal dari unggas; 3. Melakukan vaksinasi yang terprogram; 4. Melakukan pengendalian hama yang mengganggu kenyamanan ternak unggas; 5. Manusia-manusia pengelola kandang juga harus mampu melakukan penerapan kehidupan yang hygiene dengan memperhatikan kesehatan diri, kebersihan diri dan membudayakan hidup sehat; 6. Melakukan tata laksana pemeliharaan pada pakan dan obat; 7. Melakukan penanganan limbah unggas. Pengangkutan Ternak Unggas Hidup Pengangkutan ternak unggas hidup perlu juga diwaspadai agar tidak menimbulkan kerugian di kemudian hari. Kerugian yang diakibatkan dari pengangkutan ternak unggas di antaranya terjadi penularan penyakit, cacat pada ternak unggas dan juga dapat menimbulkan kematian pada ternak unggas. Penanganan pengangkutan ternak unggas hidup dapat dilakukan dengan cara 1. Melakukan pembersihan dan desinfektan pada kendaraan angkut ternak unggas; 2. Pengangkutan ternak unggas hidup dilakukan dengan memperhatikan aspek kesejahteraan hewan, di antaranya kandang pengangkutan ternak unggas hidup jangan terbuat dari bahan bambu agar tidak melukai ternak unggas. Kepadatan kandang pengangkut juga harus diperhatikan, ternak unggas hidup harus mendapatkan cukup udara dan juga harus terlindung dari panas dan hujan. Kesejahteraan hewan harus memperhatikan pada prinsip-prinsip berikut 1. Ternak unggas harus terbebas dari rasa lapar dan haus; 2. Ternak unggas harus terbebas dari ketidaknyamanan; 3. Ternak unggas harus terbebas dari rasa sakit dan luka; 4. Ternak unggas harus bebas mengekspresikan prilaku alami; 5. Ternak unggas harus terbebas dari rasa takut dan tertekan. Pemotongan Ternak Unggas Penanganan pemotongan ternak unggas harus dihindarkan dari rasa stress pada ternak unggas sebelum penyembelihan, memar, patah tulang atau kematian ternak unggas sebelum penyembelihan, pemingsanan yang tidak sempurna dan penyembelihan ternak unggas yang tidak halal. Penanganan pemotongan ternak unggas yang tidak baik akan mendapatkan produksi daging unggas sebagaimana terlihat dengan ciri-ciri berikut 1. Pada ternak unggas yang stress dipastikan kualitas daging unggas tidak baik. Hal ini disebabkan proses pengeluaran darah yang tidak sempurna pada saat penyembelihan unggas; 2. Pada unggas yang mengalami memar akan terjadi perubahan warna pada daging unggas yang relatif gelap atau kebiruan; 3. Pada ternak unggas yang mengalami patah tulang, akan terjadi perubahan warna daging menjadi merah gelap pada sekitar bagian tulang yang patah; 4. Pada proses pemingsanan ternak unggas yang tidak sempurna sebelum penyembelihan akan menghasilkan daging unggas yang mengalami perubahan warna. Hal ini disebabkan terjadinya proses pengeluaran darah yang tidak sempurna. Dan pastinya proses pemingsanan ternak unggas yang tidak sempurna merupakan daging unggas yang tidak halal; 5. Pada ternak unggas yang mengalami proses penyembelihan tidak baik dan tidak hygiene dapat dilihat dari kulit daging unggas dengan warna yang gelap dan kulit robek. Perlakuan pemotongan ternak unggas yang dianjurkan untuk bisa mendapatkan kualitas daging unggas yang baik dan halal perlu dilakukan sebagaimana berikut 1. Penerapan konsep kesejahteraan hewan pada penanganan ternak unggas hidup sebelum penyembelihan; 2. Penerapan syarat halal pada proses penyembelihan; 3. Penerapan hygiene dan sanitasi pada lokasi, peralatan pemotongan pisau, talenan meja dan kemasan; 4. Proses penyembelihan ternak unggas dilakukan oleh orang yang sehat, bersih dengan memberlakukan prinsip hygiene dan sanitasi; 5. Penerapan proses rantai dingin, artinya daging unggas senantiasa disimpan pada suhu yang dingin sekitar di bawah 4 derajat Celcius dengan cara memberikan batu es yang dibuat dari air yang bersih atau menggunakan pendingin udara. Bagi Konsumen Untuk bisa menikmati produksi daging unggas yang hygiene ada beberapa type yang dapat dilakukan konsumen dalam berbelanja daging unggas 1. Belilah daging unggas di tempat penjualan atau kios daging unggas yang resmi, bersih dengan penyimpanan daging unggas yang dingin atau beku; 2. Belilah daging unggas yang berwarna cerah, tidak gelap, tidak ada warna atau bercak-bercak merah kecoklatan atau kebiruan tidak berbau busuk, tidak berbau menyengat dan tidak berlendir; 3. Pembelian daging unggas dianjurkan dilakukan pada akhir belanja saat hendak pulang ke rumah; 4. Daging harus dikemas dengan baik dan terpisah dari jeroan dan bahan makanan yang lain; 5. Jika hendak membeli produk daging olahan perlu diperhatikan kondisi kemasan dan tanggal kadaluarsa produk daging olahan. Penanganan dan penyimpanan daging unggas juga harus menjadi kepedulian bagi konsumen agar tetap mendapatkan produksi daging yang aman dikonsumsi 1. Daging yang sudah dibeli sebaiknya segera diolah atau disimpan dalam lemari pendingin atau dibekukan dalam freezer; 2. Jangan pernah menyimpan atau membiarkan daging unggas pada suhu di atas 4 derajat Celcius lebih dari 4 jam; 3. Perlu dilakukan perlakuan pada daging unggas yang akan disimpan dalam keadaan beku, dengan cara daging unggas dipotong-potong sesuai selera dan kebutuhan yang diperlukan. Kemudian lakukan pengemasan dalam wadah tertutup dan bersih dan berikan tanggal pembelian daging sebelum dimasukkan dalam freezer; 4. Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah menangani, mempersiapkan dan mengolah daging; 5. Usahakan ruang atau tempat mengolah daging unggas dapur terbebas dari insektisida dan rodentia lalat, tikus, kecoa dan semut; 6. Gunakan peralatan yang bersih untuk menyimpan, mempersiapkan, mengolah dan memasak daging unggas; 7. Cucilah peralatan pengolahan daging unggas pisau, talenan dan wadah dengan baik setelah digunakan; 8. Pada tangan yang luka dianjurkan untuk ditutup dengan plester sebelum melakukan penanganan pengolahan daging unggas; 9. Hindarkan bersin dan batuk di depan daging unggas. Nani Priwanti Soeharto - Penyuluh Pertanian PPMKP Ciawi Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066
Sebagai produk yang mudah rusak, produk asal unggas seperti daging dan telur memerlukan penanganan khusus agar aman untuk dikonsumsi Produk pangan asal hewan, salah satunya produk unggas merupakan produk yang mudah rusak. Pada daging, kerusakan tersebut disebabkan oleh adanya enzim yang mendukung proses autolisis serta daging merupakan media terbaik dari mikroorganisme tertentu untuk berkembang. Produk asal hewan juga memiliki potensi untuk membahayakan manusia jika dihasilkan dari hewan yang sakit atau disebut dengan foodborne zoonosis. Cemaran lain yang turut mengancam keamanan pangan produk unggas yaitu cemaran kimiawi. Cemaran ini dapat disebabkan oleh pengaplikasiannya pada saat budidaya atau setelah produk asal unggas tersebut diproses lebih lanjut. Standarisasi mengenai cemaran mikroba yang terdapat daging ayam dan telur tertuang pada SNI No. 3924-2009 mengenai mutu karkas dan daging ayam dan SNI 3926-2008 mengenai telur ayam konsumsi. Pada kedua SNI menjabarkan beberapa poin, seperti beberapa tingkatan mutu fisik, syarat mutu mikrobiologis, pengujian, pelabelan, dan penyimpanan. Persyaratan mutu mikrobiologis pada ayam dan telur terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Syarat mutu mikrobiologi daging ayam No Jenis Satuan Persyaratan 1 Total Plate Count cfu/g Maksimum 1×106 2 Coliform cfu/g Maksimum 1×102 3 Staphylococus aureus cfu/g Maksimum 1×102 4 Salmonella sp. per 25 g Negatif 5 Escherichia coli cfu/g Maksimum 1×101 6 Campylobacter sp. per 25 g Negatif Sumber SNI No. 3924-2009 Tabel 2. Persyaratan mutu mikrobiologis telur No Jenis cemaran mikroba Satuan Mutu mikrobiologis batas maksimum cemaran mikroba/BMCM 1 Total Plate Count cfu/g 1×105 2 Coliform cfu/g 1×102 3 Escherichia coli MPN/g 5×101 4 Salmonella sp. per 25 g Negatif Sumber SNI 3926-2008 Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti, MSc selaku Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University mengatakan bahwa bakteri dapat ditemukan dimana-mana, baik produk pertanian maupun peternakan, namun yang tidak diinginkan yaitu keberadaan mikroorganisme pathogen yang dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia. ”Mikroba patogen yang paling dikhawatirkan dan sering diasosiasikan dengan unggas yaitu Salmonella dan lainnya yaitu Campylobacter, walaupun bisa bolak balik mana yang lebih tinggi, tetapi dua mikroba tersebut yang paling banyak diasosiasikan dengan unggas,” ucapnya saat diwawancarai oleh Poultry Indonesia 29/4. Berdasarkan data The World Health Organization WHO menyatakan bahwa diprediksi 600 juta atau hampir 1 dari 10 orang diseluruh dunia sakit akibat pangan yang tercemar dan orang meninggal setiap tahunnya. Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella dan Campylobacter pada manusia umumnya menyerang sistem pencernaan dengan gejala klinis diare, demam, mual, muntah, dan sakit perut. Pada kasus yang parah, infeksi akibat Campylobacter dapat menyebabkan Guillain-Barré syndrome. Cemaran bakteri ini sangat mungkin terjadi pada produk asal perunggasan baik daging maupun telur apalagi jika lingkungan maupun manajemen pemeliharaan masih kurang untuk menerapkan higiene dan sanitasi. Pada telur misalnya, cemaran Salmonella dapat terjadi ketika kondisi budidaya ayam yang tidak mengedepankan biosekuriti, higiene, dan sanitasi, sehingga ayam yang menghasilkan telur akan terinfeksi oleh Salmonella. Celakanya, pada ayam petelur yang terinfeksi Salmonella akan menurunkan bakteri tersebut kedalaam telur secara intrauterin. ”Ketika kita memelihara ayam, memang resikonya cukup besar. Mereka mungkin sekali terpapar dengan patogen. Jadi harus dilihat kondisi lingkungannya seperti apa. Kalau ditata betul serta ada biosekuritinya tinggi, mungkin bertemu dengan bakterinya akan sedikit. Kalau tidak bersih dan lingkungannya misalnya, masih ada orang yang membuang kotoran sembarangan, maka Salmonella ini akan masih terdapat di lingkungan. Itu mungkin juga akan terbawa sejak masa pemeliharaan,” tuturnya. Residu antibiotik pada produk unggas Residu antibiotik pada unggas, yang menjadi salah satu cemaran kimiawi pada produk hewan erat kaitannya dengan isu mengenai resistensi antimikroba yang menjadi perhatian dunia. Pengamatan resistensi antibiotik pada sektor perunggasan perlu dilakukan karena perunggasan menjadi komoditi utama di sektor peternakan serta penggunaan antibiotiknya terbilang cukup tinggi. Batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan juga telah diatur pada SNI No. 01-6366-2000. Diwawancarai oleh Poultry Indonesia 23/4, drh. Sunandar selaku Direktur Center of Indonesian Veterinary Analitical Studies CIVAS mengatakan bahwa residu antibiotik pada produk perunggasan ini disebabkan oleh adanya pemakaian antibiotik yang berlebihan. ”Jika kita mengonsumsi bahan pangan yang mengandung residu, berarti ada antibiotik yang masuk kedalam tubuh tetapi tidak sesuai dengan dosis pengobatan, sehingga mendukung terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri,” tuturnya. Resistensi bakteri ini diprediksi menjadi pembunuh utama manusia pada tahun 2050. Hal ini disebabkan oleh beberapa bakteri yang sudah mulai resisten terhadap beberapa jenis antibiotik multiple drug resistance, sehingga tindakan pengobatan pada infeksi bakteri akan semakin sulit. Jika mungkin diobati, akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Pemberian dosis tersebut secara langsung akan berdampak negatif pada tubuh manusia. Menurut drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, selaku Direktur Kesehatan Hewan Dirkeswan pada presentasinya dalam ’Seminar Nasional Peternakan Indonesia Pasca Dua Tahun Pelarangan AGP’ di Menara 165, Jakarta 27/2 memaparkan bahwa dalam upaya menangkal terjadinya resistensi, pemakaian antibiotik harus dibawah pengawasan dokter hewan. ”Pemilihan jenis obat dan dosisnya dilakukan oleh dokter hewan berdasarkan hasil diagnosa dokter hewan. Tanpa menggunakan hasil diagnosa, maka pengobatan pun akan menjadi kacau. Justru kita sekarang harus memberikan diagnosa yang lengkap sampai ke Minimum Inhibitory Concentration MIC kemudian diinformasikan dalam bentuk resep. Pemberian antibiotik ini juga harus dilakukan pengawasan oleh dokter hewan. Pengawasan ini akan berpengaruh pada implementasi pengobatan,” paparnya. Pengawasan dan pengetahuan dalam pemberian antibiotik ini perlu dimiliki oleh dokter hewan yang sudah memiliki wewenang serta kompetensi karena antibiotik harus diberikan hanya pada saat diagnosa menunjukan adanya infeksi bakterial. Antibiotik juga memiliki withdrawal time, yaitu masa henti obat, sehingga jika ada kelengahan dalam memanen hasil produk unggas saat belum mencapai waktu henti obat, maka antibiotik tersebut akan ada dalam produk unggas. Sunandar mengatakan bahwa saat ini berdasarkan literatur mengenai studi residu antibiotik pada bahan pangan asal unggas menunjukan adanya penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh diperketatnya pembelian antibiotik yang harus memakai resep dokter dan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai growth promoter. ”Dilapangan sudah menurun terlebih lagi sudah ditetapkannya peraturan pelarangan antibiotik sebagai growth promoter atau pemacu pertumbuhan, walaupun saat ini masih saja ada yang menggunakan antibiotik sebagai tindakan preventif,” ucapnya. Perbaikan keamanan pangan dalam kandang Menyadari bahwa pangan asal hewan merupakan pangan yang mudah tercemar, maka diperlukan beberapa upaya untuk mencegah pencemaran tersebut. Ratih mengatakan bahwa terdapat beberapa titik yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya cemaran pada pangan asal hewan. ”Jadi ada paling tidak tiga titik yang dimana pengelolaan tersebut bisa dilakukan dengan cost dan resiko yang berbeda beda. Pertama di peternakan yang mungkin akan sangat mahal, kedua di rumah potong hewan unggas, kemudian yang terakhir ada di tangan konsumen,” tuturnya. Ratih menambahkan bahwa pada sebuah studi literatur mengenai peternakan ayam di Denmark yang telah menerapkan Good Farming Practice GFP dengan baik pada peternakannya, sehingga resiko untuk tercemar bakteri, dalam hal ini Salmonella juga akan lebih kecil, akan tetapi memang butuh biaya yang tidak sedikit. Penerapan manajemen pemeliharaan yang baik yaitu dengan menjaga higiene dan sanitasi personel, peralatan kandang, dan memperhatikan kualitas air otomatis akan dapat menekan pemakaian antibiotik untuk mengobati penyakit bakterial. Perihal pembenahan manajemen pemeliharaan, Ki Musbar Mesdi menyatakan bahwa perlahan tapi pasti saat ini para peternak mulai sadar akan pentingnya keamanan pangan dengan meningkatkan biosekuriti di dalam kandang. ”Peternak sudah mulai meningkatkan biosekuriti yang baik seperti pembatasan lalu lintas, pemakaian disinfektan, dan sebagainya. Kalo di peternakan layer sudah mengikuti prinsip asuh dengan memiliki NKV yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kalau peternak-peternak besar kita semuanya sudah ada NKV. Sertifikat NKV juga sudah ada baik di koperasi maupun gudang telur,” ucapnya. Perbaikan manajemen pemeliharaan juga didukung oleh berbagai pihak, salah satunya dengan sosialiasi penerapan biosekuriti tiga zona yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Kementerian Pertanian yang bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization FAO. Dilansir dari laman Ditjen PKH, tujuan dari penerapan biosekuriti ini yaitu utuk mengendalikan penggunaan antimikroba dan mengurangi risiko terjadinya penyakit. Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap pemakaian antibiotik yang saat ini pada pakan hanya boleh digunakan sebagai medicated feed atau pakan terapi dan tidak boleh lagi digunakan untuk growth promoter. “Pemerintah juga melakukan pengawasan berkala pada pakan terapi. Jika pengujian zat aktif ditemukan kurang dari 80% maka dinyatakan atau dikategorikan sebagai imbuhan pakan, sehingga harus dimusnahkan,” jelas Fadjar. Pemerintah juga melakukan upaya sosialisasi mengenai resistensi antibiotik pada universitas-universitas di Indonesia, pameran, seminar nasional, maupun lomba. Usaha untuk menekan pemakaian antibiotik agar tidak tejadinya residu pada budidaya turut dilakukan oleh CIVAS. Berkaca pada hasil studi mengenai resitensi antibiotik di Solo tahun 2015, CIVAS mencoba untuk membuat kader sebagai perpanjangan tangan antara peternak dan dinas yang membidangi kesehatan hewan. Center of Indonesian Veterinary Analitical Studies juga memberikan pelatihan bagi petugas pelayanan kesehatan hewan untuk mengasah dan memperoleh pengetahuan lebih mengenai penanganan penyakit pada hewan. Kerjasama lainnya untuk menekan resistensi antibiotik juga ditempuh oleh Subdirektorat Pengawas Obat Hewan POH-Direktorat Kesehatan Hewan-Kementerian Pertanian bekerjasama dengan FAO ECTAD Indonesia, CIVAS dan instansi lainnya dalam menyusun pedoman umum penggunaan antibiotik di sektor kesehatan hewanyang dimulai sejak awal tahun 2020. Sunandar berharap pedoman tersebut dapat dijadikan pedoman umum dalam penggunaan antibiotik secara bijak dan bertanggungjawab di sektor kesehatan hewan. ”Kesadaran terhadap penggunaan antibiotik memang butuh proses dan waktu yang panjang. Harapannya kedepan peternak dapat memahami atau bisa mula menerapkan penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab karena akan berdampak pada manusia maupun lingkungannya,” tukasnya. Pemotongan hewan dan rantai dingin Pada barier kedua yaitu pada proses pemotongan unggas, berdasarkan keterangan drh. Cecep Moch. Wahyudin, SH, MH selaku Ketua Bidang Hukum dan Humas Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia ARPHUIN untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan di RPHU, seluruh anggota yang tergabung di ARPHUIN, yaitu sebanyak 64 RPHU yang terdaftar sudah memiliki sertifikat nomor kontrol veteriner NKV dan sertifikat halal, sehingga dapat dijamin keamanannya. ”Sertifikasi RPHU yang utama adalah sertifikasi halal dan NKV, karena kan kalo kita punya NKV dan sertifikat halal, semuanya melalui proses audit, jadi tidak sembarangan,” ucapnya ketika diwawancarai Poultry Indonesia 22/4 Berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditkesmavet, RPHU yang bersertifikasi lengkap baru mencapai 130 dari total 260 RPHU di Indonesia, sementara sebagian besar pemotongan didominasi oleh Tempat Potong Unggas TPU yang belum tersertifikasi dan jumlahnya sangat besar dari analisis supply-demand dibandingkan RPHU bersertifikasi yang hanya mencakup 12% dari keseluruhan pemotongan unggas broiler. Cecep berharap kedepannya akan tumbuh jumlah RPHU yang bersertfikat lengkap, memusatkan pemotongan di RPHU, dan penerapan sistem cold chain agar keamanan pangan produk unggas dapat terjaga. ”Kedepanya saya harap semua produksi broiler kedepannya dipotong melalui rumah potong hewan unggas untuk menjaga keamanan pangan produk unggas yang diterima oleh masyarakat. Harapannya juga tumbuhnya RPHU serta kesadaran masyarakat untuk membeli karkas yang berasal dari RPHU serta menerapkan cold chain,” harapnya. Berdasarkan keterangan Hassanudin Yasni selaku Ketua Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia ARPI yang diwawancarai Poultry Indonesia 28/4, penerapan cold chain pada produk asal hewan penting dilakukan agar mempunyai daya tahan yang baik serta untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang memiliki temperatur kritis pada suhu 5-60˚C. Anggota ARPI juga menyediakan ruang penyimpanan bekunya untuk menambah kapasitas alat pembekuan RPHU di Indonesia yang masih sangat terbatas. “RPHU yang memiliki alat pembekuan Air Blast Freezer beserta penyimpanan beku cold storage masih sangat terbatas. Kapasitas tepasang yang ada hanya mendukung 35% atau sekitar 80 ribut ton saja dari total jumlah produksi nasional. Anggota ARPI yang bergerak di industri Third Party Logistic rental cold storage dapat menyediakan ruang penyimpanan bekunya,” jelasnya. Menurut hasil uji Laboratorium FAO, daging ayam yang dibiarkan pada suhu ruang lebih dari 4 jam, mikroba patogennya akan berlipat ganda. Sebelum 4 jam, jumlah total mikroba masih tergolong aman, yaitu dibawah koloni/gram. Jika dibiarkan dalam suhu ruang selama 8 jam, total mikroba yang diuji menggunakan metode total plate count mencapai lebih dari 1,6 juta koloni/gram. ”Unggas, khsusnya ayam hanya dapat bertahan selama empat jam pada suhu ruang. Jadi sebelum batas waktu mikroba tumbuh, yaitu empat jam, ayam harus segera didinginkan. Hal tersebut bertujuan agar ayam dapat disimpan lebih lama atau sekitar lebih dari dua minggu. Ayam yang sudah berbentuk karkas harus dibekukan pada suhu -40˚C selama 6-8 jam, dan dilanjutkan dengan penyumpanan dingin pada suhu -18 ˚C. Rantai dingin ini harus tetap terjaga dari awal pembekuan, pendistribusian, di oultet supermarket, sampai ke rumah tangga,” jelasnya. Meningkatkan kesadaran masyarakat Masyarakat Indonesia sebagai end user atau benteng terakhir terhadap bahan pangan asal unggas perlu dibekali pemahaman mengenai penanganan produk asal unggas agar tidak membahayakan kesehatannya. Dalam hal penerapan penerapan rantai dingin, kendala yang masih dihadapi dalam hal menjaga keamanan pangan produk unggas yaitu kecenderungan masyarakat Indonesia untuk memilih hot carcass. Beberapa orang juga masih skeptis mengenai daging beku. Kecenderungan masyarakat tersebut yang menjadikan pengaplikasian rantai dingin di pasar masih sangat minim. Hassanudin mengatakan bahwa kendala yang dihadapi dari keamanan pangan yaitu manajemen rantai pasok pasar yang kurang higienis dan masih jauh tersentuh untuk menjaga temperatur dingin produk dengan baik sesuai standar keamanan konsumsinya. Membagikan pengalamannya pada Webinar bertajuk ’Daging Aman dan Sehat’ 2/5, Dr. med. vet. drh. Denny Widaya Lukman, MSi selaku Dosen Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB University mengatakan bahwa ia pernah menerima pernyataan di laman sosial medianya bahwa orang tersebut tidak percaya pada daging beku karena daging beku merupakan daging yang tidak jelas asalnya darimana. ”Ini yang harus kita patahkan. Padahal yang paling baik adalah daging dijajakan pada saat kondisi dingin atau beku, apalagi kalau misalnya daging beku yang kita beli sudah dikemas dengan plastik dan pada pastik tersebut sudah tercantum nomor kontrol veteriner, maka kita yakin betul bahwa daging tersebut dipotong di rumah potong hewan dibawah pengawasan dokter hewan atau paramedik,” terangnya. Drh. Imron Suandy, MVPH mengatakan bahwa langkah sosialisasi dan kajian mengenai preferensi masyarakat akan daging ayam dan usaha untuk merubah persepsi masyarakat mengenai daging ayam segar dingin sebenarnya telah dilakukan oleh kementerian pertanian melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner yang bekerjasama dengan Wageningen University and Research Belanda dan IPB University pada tahun 2016. Sosialisasi ini cukup berhasil untuk merubah preferensi masyarakat yang awalnya lebih memilih hot karkas menjadi ayam segar dingin. Denny menghimbau agar masyarakat menjadi konsumen yang cerdas serta lebih menuntut kepada pedagang. ”Supaya kita mendorong pedagang daging untuk mengambil daging dari rumah potong hewan yang diawasi oleh pemerintah. Kalau bisa, pembeli juga harus menuntut kepada pedagang karena pedagang akan lebih sungkan dan memikirkan permintaan konsumen. Saya yakin para pedagang daging akan memperbaiki cara berjualannya,” ucapnya. Pada penanganan daging agar tidak terjadi perkembangan bakteri yang pesat, Denny menyarankan agar konsumen membeli daging di akhir perbelanjaan serta langsung memasak daging tersebut sampai benar-benar matang atau memasukannya kedalam freezer setelah dibagi-bagi terlebih dahulu sesuai kebutuhan sesegera mungkin. Penyimpanan daging pada kulkas maksimum tujuh hari sementara pada freezer rumah tangga dapat bertahan sampai dengan enam bulan. ”Kuliner Indonesia tidak pernah memasak tidak matang. Jadi kalo dimasak matang akan aman,” tuturnya. Dalam menjaga keamanan pangan pada produk unggas dari cemaran di Indonesia memang masih terlihat perlu adanya perbaikan baik dari sisi produksi sampai ke tangan konsumen. Diperlukan kesadaran bersama dan keterbukaan akan informasi yang benar dalam langkah perbaikan agar dapat menghasilkan dan mendapatkan produk unggas yang aman bagi kesehatan manusia. Esti Sumber Majalah Poultry Indonesia Edisi Juni 2020
Jakarta ANTARA - Juru Bicara Pemerintah, Reisa Broto Asmoro mengimbau masyarakat bahwa kebersihan dalam mengelola daging unggas untuk dikonsumsi merupakan kunci utama untuk mencegah stunting pada anak dan flu burung. “Perlu diingat kebutuhan asupan protein hewani memang penting untuk mencegah stunting, dari mulai hamil sampai Hari Pertama Kehidupan HPK. Tapi, protein juga tetap dibutuhkan oleh orang dewasa,” kata Reisa dalam Siaran Sehat yang diikuti di Jakarta, Senin. Reisa yang juga sebagai Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu menuturkan bahwa protein hewani bisa didapat dengan harga yang terjangkau, yakni dengan mengkonsumsi pangan lokal, misalnya telur, ikan dan daging unggas seperti ayam dan bebek. Baca juga Reisa Stunting merupakan kondisi pada anak yang bisa dicegah Sayangnya, dengan ditemukannya kasus flu burung di Indonesia akibat ada infeksi dari virus H5N1, tata konsumsi daging unggas harus lebih diperhatikan terutama sejak daging tersebut dibeli di pasar atau supermarket. Ketika memilih daging, Reisa menyarankan setiap anggota keluarga untuk memilih daging yang sehat dan fresh masih baru dan bersih. Disarankan untuk tidak membeli daging yang berwarna terlalu pucat dan mempunyai aroma menyengat yang berlebihan. Masyarakat dapat mengganti pilihannya, jika kulit pada daging terasa terlalu lembut atau lembek yang disertai dengan lendir. Sebaliknya, jika daging yang dibeli berbentuk makanan kemasan, Reisa mengimbau agar semua pihak memastikan dengan cermat bila tanggal kedarluwasa konsumsi produk tersebut masih lama. Kemudian, setibanya di rumah, pastikan bahwa daging disimpan dalam lemari pendingin freezer jika tidak akan dikonsumsi saat itu juga. “Semisal mau disimpan di lemari pendingin tidak perlu dibersihkan dulu. Kalau mau dimasak baru dicuci. Kemudian pastikan penyimpanannya betul, kalau di freezer bisa bertahan lebih lama, tapi kalau di kulkas biasa mungkin hanya dua sampai tiga hari saja,” katanya. Reisa mengatakan jika daging ingin dikonsumsi, masyarakat bisa mencucinya terlebih dahulu agar terhindar dari bakteri yang ada pada daging seperti bakteri salmonella. Untuk memasaknya pun, harus dipastikan jika daging dimasak setidaknya dalam suhu 70 derajat Celcius. Ia meminta setiap pihak dapat memastikan bahwa daging yang dimasak tidak menyisakan bagian berwarna merah muda, sehingga lebih aman dikonsumsi dan lebih sehat. Baca juga Reisa Kesehatan ibu tanggung jawab bersama anggota keluarga Baca juga Kemenkes Risiko infeksi Flu Burung ke manusia masih rendah “Pastikan juga ketika mau memasak itu benar-benar harus matang terutama untuk unggas. Selain kita harus pastikan untuk flu burung, kita juga harus pastikan dia bebas dari bakteri berbahaya lainnya,” ujarnya. Ia menambahkan untuk peralatannya, masyarakat juga harus memastikan, baik pisau maupun talenan yang digunakan untuk mengolah daging unggas yang masih mentah, dipisahkan penggunaannya dengan peralatan yang dipakai untuk mengolah makanan yang dikonsumsi langsung seperti buah dan sayur. “Jangan lupa pastikan jaga kebersihan habis membersihkan daging, kita cuci tangan lagi pakai sabun. Kemudian, ketika mau handling perawatan makan harus cuci pakai sabun juga. Bedakan pengolahan daging mentah dengan sayur dan buah supaya tidak ada terkontaminasi dari bakteri atau virus yang ada di unggas,” Hreeloita Dharma ShantiEditor Endang Sukarelawati COPYRIGHT © ANTARA 2023
Jakarta Telur dan daging unggas seringkali jadi musuh masyarakat karena kandungan kolesterol yang tinggi. Berdasarkan data, angka kejadian penyakit kardiovaskular seperti stroke dan jantung semakin meningkat, diprediksi angka kejadiannya akan meningkat mencapai 23,4 juta kematian di tahun 2030. Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan Fapet, Sumiati, mengatakan kini masyarakat tidak perlu khawatir lagi. Sebab, produk unggas yang dulunya tinggi kolesterol bisa dikondisikan dengan rekayasa nutrisi pangan fungsional. “Selain manfaat dasar, produk unggas fungsional dapat mengatasi beberapa masalah kesehatan seperti menurunkan kolesterol darah dan stroke, mengatasi defisiensi vitamin A dan mengatasi kekurangan protein,” kata Sumiati dalam Webinar Series Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak Himasiter 2023 Unggas dengan topik Inovasi Rekayasa Nutrisi untuk Menghasilkan Produk Unggas Fungsional’ dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Juni 2023. Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini? Dia menjelaskan pangan sehat mengandung rasio omega-6 terhadap omega-3 senilai 11 sampai 14. Nilai ini menjadi patokan untuk merekayasa pangan telur dan daging agar mendekati sehat. Rekayasa nutrisi ini dapat dilakukan melalui pemberian pakan khusus. “Produk telur dan daging unggas sehat dapat diproduksi melalui fortifikasi sehingga meningkatkan kandungan vitamin dan omega-3. Dengan pemberian pakan khusus rekayasa nutrisi telur atau daging akan menawarkan fungsi sempurna di alam yang telah disediakan dalam produk itu sendiri,” jelas dia. Sumiati mencontohkan pemberian minyak ikan dari limbah pengolahan ikan atau alga. Hasil penelitian menemukan dengan fortifikasi tersebut, kandungan omega-3 pada produk unggas meningkat. “Hasil produksi telur itik mengandung asam lemak omega-3 yang tinggi dengan pemberian 5 persen minyak ikan lemuru dan tepung pucuk daun singkong. Kandungan omega-3 meningkat hingga 78 persen. Di samping tinggi omega-3, rasio omega-3 dan 6 juga bernilai 5,3 atau mendekati sehat,” papar dia. Sementara itu, produk unggas kaya vitamin A dapat diproduksi dengan suplementasi seng organik dari tepung daun katuk dan penggunaan minyak sawit dalam pakan. Rekayasa nutrisi ini menghasilkan produk unggas rendah lemak dan kolesterol serta kaya vitamin. “Bukti nyata hubungan antara pangan yang dikonsumsi dengan kejadian serangan jantung ditemukan pada rasio kandungan asam lemak omega-3 terhadap omega-6 di berbagai belahan dunia. Bila makanan dengan rasio omega-6 lebih tinggi, kejadian serangan jantungnya juga sangat tinggi,” tutur dia. Sumiati mengatakan bukti tersebut dapat dilihat dari masyarakat Jepang dan Greenland yang mengonsumsi pangan seperti ikan dengan rasio omega-3 lebih tinggi. Saat ini, kesadaran akan hidup sehat, memperhatikan nutrisi yang mereka konsumsi, dan menghindari terjadinya risiko penyakit menyebabkan kebutuhan pangan fungsional meningkat di tengah masyarakat. Tidak terkecuali produk unggas fungsional. “Paling tidak, sebagai produsen ternak telur dan daging unggas harus mampu memproduksi pangan yang sehat sehingga dapat mencegah penyakit degeneratif akibat tingginya kandungan kolesterol,” ujar Prof Sumiati. Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news
Unggas adalah hewan yang termasuk dalam kelas Aves yang telah didomestikasi dan dikembangbiakan serta cara hidupnya diatur oleh manusia agar memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang dan jasa. Sebagai sumber protein hewani asal ternak, unggas merupakan produser daging yang paling cepat dan ekonomis dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Daging unggas termasuk salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang paling dapat diterima oleh semua orang karena kandungan lemaknya relatif lebih rendah dibandingkan dengan daging ternak ruminansia sehingga sering digunakan sebagai bahan makanan dietetic. Selain itu, harga daging unggas relatif lebih murah sehingga dapat terjangkau oleh semua lapisan seperti peternakan ruminansia, usaha peternakan unggas memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu Industri biologis yang peka terhadap lingkungan Industri perunggasan harus memperhatikan lingkungan tempat usaha peternakan tersebut berada. Jarak antara pemukiman dengan tempat usaha peternakan unggas minimal 500 meter agar tidak menimbulkan pencemaran udara, air, bau dan kotoran. Industri padat teknologi Industri perunggasan terutama industry hulu breeding farm merupakan industri yang penuh dengan teknologi menengah keatas. Karena pada breeding farm membutuhkan rekayasa genetika, penerapan hokum Mendel, matematika dan genetika populasi agar diperoleh ayam yang unggul. Demikian juga dengan industri pascapanen seperti Rumah Pemotongan Unggas dan Industri Pengolahan Daging, membutuhkan infrastruktur yang kompleks disertai modal yang cukup banyak dan teknologi pascapanen yang memadai. Industri padat modal Industri peternakan unggas harus memiliki modal yang cukup untuk mampu pertahan terhadap fluktuasi harga pakan, harga bibit DOC, harga live bird LB dan harga produksi lainnya. Industri dengan prinsip efisiensi tinggi Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka pelaku usaha di sector perunggasan harus mampu berfikir tentang efisiensi produksi, khususnya pada saat terjadinya krisis, seperti krisis pakan, krisis bibit DOC, krisis live bird LB dan krisis yang perunggasan di Indonesia saat ini didominasi oleh perusahaan besar terintegrasi vertikal industri hulu-hilir yang memiliki unit-unit bisnis meliputi breeding farm pembibitan, hatchery penetasan, poultry medicine obat dan vaksin feedmill pabrik pakan, commercial broiler farm budidaya ayam pedaging, commercial layer farm budidaya ayam petelur, slaughterhouse rumah pemotongan ayam, meat processing pengolahan produk daging and toko retail produk unggas. Oleh karena itu, industri perunggasan memiliki nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mampu membuka lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja di Pemotongan Hewan-Unggas RPH-U sebagai bagian dari industri hilir perunggasan merupakan kunci utama dalam rantai produksi dan distribusi produk unggas, terutama daging unggas. Pemerintah Indonesia telah mengatur dan menjamin produk daging yang aman, sehat, halal dan utuh ASUH dengan cara membuat Standar Nasional Indonesia SNI untuk industri pascapanen seperti SNI-01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan-Unggas RPH-U, SNI-42302009 tentang Mutu Daging Ayam Karkas dan SNI-01-4852-1999 tentang Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis HACCP dan Pedoman Pelaksanaannya. Pada umumnya daging unggas yang aman, sehat, halal dan utuh ASUH berasal dari Rumah Pemotongan Hewan-Unggas RPH-U yang melakukan prosedur pemotongan secara benar yang menghasilkan daging unggas berkualitas tinggi, RPH-U harus memiliki standar pengecekan kontrol kualitas yang ketat, serta menggunakan peralatan yang proper untuk menunjang kualitas. Ketika melakukan proses produksi, supaya produk daging unggas yang dihasilkan berkualitas, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu pertama tahapan pemeriksaan hewan hidup sebelum dan setelah dilakukan penyembelihan ante-mortem & post-mortem, kedua tahapan penanganan sebelum dan setelah penyembelihan dan ketiga tahapan pemrosesan lebih lanjut Further Processing Sectiona. Proses Pemeriksaan Proses pemeriksaan berkaitan dengan kondisi kesehatan unggas ketika dilakukan penerimaan di RPH-U. Unggas yang sehat akan menghasilkan kualitas daging yang baik dan tidak akan menyebarkan penyakit. Setelah truck yang membawa live birds LB ditimbang menggunakan truckscale untuk mengetahui beratnya, maka dilakukan pengecekan dokumen yang dibawa oleh driver yang meliputi data timbang live birds dari kandang dan Surat Keterangan Kesehatan Hewan SKKH. Kemudian live birds diistirahatkan min 30 menit maks 6 jam sebelum dibongkar unloading. Setelah dilakukan unloading, maka dilakukan pemeriksaan ante-mortem untuk memeriksa kesehatan dan memastikan live birds tidak sakit yang dibuktikan dengan Dead on Arrival DOA sedikit <1%. Live birds yang sehat memiliki karakteristik yang terdiri dari mata ayam tidak berair, bulu memiliki warna yang cerah dan tidak rontok, hidung tidak berair dan aktif Proses PenyembelihanSetelah live birds lolos pemeriksaan ante-mortem, tahapan selanjutnya adalah proses penyembelihan. Pertama, live birds dikeluarkan dari keramba dan digantung pada shackle conveyor dengan cara dipegang dengan perlahan pada kedua bagian kaki ceker dengan posisi dada ayam membelakangi penggantung, untuk mencegah stress dan memar pada live birds. Setelah itu, live birds dipingsankan dengan cara bagian kepala masuk kedalam bak air yang telah dialiri listerik 15-50 volt, A – based on SNI-99002-2016-pemotongan-halal-unggas selama 5-20 detik. Pastikan bahwa live birds masih hidup setelah pemingsanan dan tidak membunuh atau menyebabkan cedera fisik permanen. Setelah itu, dilakukan penyembelihan live birds. Penyembelihan dilaksanakan sesuai dengan prosedur halal halal method yaitu penyembelih muslim menghadap kiblat, membaca niat ketika menyembelih Bismillahi Allahu Akbar dan penyembelihan dilakukan pada pangkal leher live birds bagian depan dengan memutuskan saluran pernafasan trakhea, saluran makan esofagus. dan dua urat leher arteri carotis & vena jugularis.Setelah proses penyembelihan, biarkan darah menetes selama 3-4 menit untuk memastikan darah keluar dengan sempurna dan memastikan live birds benar-benar telah mati sebelum masuk kedalam bak air panas scalding. Suhu air yang digunakan untuk proses scalding adalah berkisar antara 58°C ±1°C. Setelah itu, masuk ke proses selanjutnya memasuki mesin pencabut bulu plucker sehingga terbebas dari bulu. Pastikan tidak ada bulu bulu kasar/bulu halus yang masih menempel setelah melewati plucker. Setelah bersih dari bulu, kegiatan selanjutnya adalah melakukan pemotongan kaki dan kepala ayam. Pemotongan kaki ceker menggunakan mesin potong kaki feet cutter agar hasil potongan sesuai dengan struktur sendinya. Pastikan bahwa kaki dipotong cm pada sendi kakinya. Kemudian memotong kepala pada pangkal leher dengan menyisakan 1 cm leher. Setelah itu, dilakukan pengeluaran organ dalam dengan cara menyayat bagian bawah perut dekat kloaka dan mengeluarkan organ dalam seperti usus, ati, ampela, dan Pemrosesan Lebih Lanjut Further Processing SectionKarkas unggas yang sudah tidak memiliki kepala, kaki, dan organ dalam selanjutnya akan masuk ke dalam 2 bak berisi air, yaitu air dengan suhu ≤20°C dan 1-3 ppm free chlorine yang berfungsi untuk mencuci dan membunuh bakteri/mikroba dan air es chilled water dengan suhu ≤1°C yang berfungsi untuk menurunkan suhu internal karkas hingga ≤4°C dan mencegah pertumbuhan bakteri/mikroba. Karkas yang telah bersih dan dingin kemudian diklasifikasikan berdasarkan kualitasnya. Berdasarkan kualitasnya karkas diklasifikasikan sebagai karkas premium dan karkas downgrade. Karkas premium memilki karakteristik sebagai berikut Tidak ada organ internal yang tertinggal dan tidak ada bulu Tidak kontaminasi cairan empedu dan tidak kontaminasi kotoran Tidak ada bekas luka dan tidak patah tulang atau kulit sobek Bau ayam segar dan tidak berlendir Tidak ada kotoran dan benda asing karkas downgrade memilki karakteristik sebagai berikut Karkas dengan memar/hematoma/bruising berwarna kemerahan Karkas dengan noda empedu Karkas dengan bekas luka dan patah tulang atau kulit sobekKarkas dengan memar/hematoma/bruising berwarna kemerahan terutama pada sayap dan pangkal paha relatif sering terjadi. Dari aspek kesehatan konsumen dan kehalalan, karkas/daging tersebut aman dan halal dikonsumsi. Tetapi, dari aspek kualitas karkas/daging tersebut dikategorikan sebagai Downgrade. Warna kemerahan tersebut disebabkan pecahnya pembuuh darah akibat penanganan live birds sebelum disembelih, terutama saat penangkapan live birds dikandang dan penggantungan live birds pada shackle di RPH-U. Selain itu, warna kemerahan bisa disebabkan oleh adanya stress panas heat stress ketika diiperjalanan. Oleh karena itu, setelah panen memuat live birds di kandang truck live birds disiram terlebih dahulu sebelum berangkat ke RPH-U.
untuk mencegah kekeringan daging unggas harus